Pengembangan Agroforestri Sebagai Sumber Alternatif Mata Pencaharian Masyarakat Adat Dayak Tomun di Desa Kinipan

57

Desa Kinipan merupakan salah satu desa yang masyarakatnya sangat bergantung pada sumber daya hutan. Mayoritas penduduknya adalah masyarakat adat Suku Dayak Tomun, yang memiliki ikatan budaya dan spiritual yang mendalam dengan hutan di sekitarnya. Hutan bukan hanya menjadi sumber mata pencarian utama, tetapi juga penopang sistem pengetahuan lokal, tradisi dan identitas mereka. Namun, ekspansi industri ekstraktif telah memberikan dampak signifikan terhadap tutupan hutan dan keberlanjutan praktik kearifan lokal. Realitas ini telah menciptakan urgensi untuk mengimplementasikan strategi pengelolaan sumber daya alam yang lebih adaptif, berkelanjutan dan inklusif.

Atas dasar itu, Yayasan Betang Borneo Indonesia berusaha menghadirkan harapan baru melalui program pengembangan agroforestri untuk Masyarakat Dayak Tomun di Desa Kinipan. Program ini bertujuan untuk mendukung keberlanjutan lingkungan sekaligus meningkatkan kesejahteraan ekonomi Masyarakat Dayak Tomun di Desa Kinipan melalui pendekatan agroforestri, yang menggabungkan penanaman pohon dengan tanaman pertanian untuk menciptakan sistem pertanian yang ramah lingkungan dan produktif.

Pendekatan agroforestri memungkinkan masyarakat mempertahankan kedaulatan atas lahan mereka tanpa menebang hutan dan mengurangi ketergantungan pada pola monokultur seperti sawit yang sering merusak tanah dan air. Lebih jauh, inisiatif ini menjadi strategi perlawanan terhadap eksploitasi hutan oleh industri ekstraktif yang menyebabkan krisis ekologi dan ketimpangan ekonomi bagi masyarakat adat.

Menurut Koordinator Program Yayasan Betang Borneo Indonesia, Aerosinandy, program ini juga dirancang agar tersedianya sumber alternatif mata pencaharian bagi Masyarakat Adat Dayak Tomun di Desa Kinipan. “Kami ingin Masyarakat Adat di Kinipan bisa mandiri secara ekonomi tanpa mengorbankan hutan yang menjadi identitas mereka,” katanya.

Diharapkan selain sebagai sumber alternatif mata pencaharian, pendekatan ini juga bisa menjadi tempat pengembangan benih lokal dan tanaman komoditas yang bernilai tinggi. Program pengembangan agroforestri menjadi bentuk pemulihan berbasis komunitas yang memadukan kearifan lokal dengan pendekatan ilmiah dan teknis yang relevan. Hal ini menunjukkan bahwa pembangunan tidak harus berarti penghancuran, dan bahwa masyarakat adat bukan hambatan bagi kemajuan, melainkan penjaga masa depan yang berkelanjutan.